Hasil Buah Nyandau |
Nyandau, atau menunggu durian jatuh di kebun atau di hutan adalah sebuah kegiatan
yang menyenangkan. Di Jawa tempat saya lahir, tidak bisa saya nyandau, karena
buah durian sudah diikat oleh tukang ijon sehingga durian yang sudah masak dan
lepas dari batangnya bergelantungan pada tali, tidak jatuh ke tanah. Paling
kalau iseng pengen buah durian saya mengambil senapan angin dan latihan
menembak tali, sambil uji ketepatan mata, dan kalau tepat hasilnya buah durian
yang jatuh ke tanah (kalau belum ketahuan tukang tebasnya……) dan siap-siap
ambil langkah seribu.
Di Jawa (Yogyakarta) tempat saya tinggal harga durian memang mahal. Durian
yang besar harganya bisa sampai Rp. 30.000,- dan mutunya belum tentu dijamin.
Kadang kala durian yang dijual di pinggir-pinggir jalan adalah durian dari
pulau lain yang tidak masak pohon, tetapi masak di perjalanan karena panas
kendaraan. Hasilnya rasanya amburadul dan perut gampang sakit. Pekerjaan saya di Kalimantan selama kurang lebih sudah 5 tahun saya jalani
dengan keluar masuk hutan ternyata membawa keberuntungan tersendiri soal buah
durian.
Hutan-hutan di Pulau Kalimantan menyediakan pohon durian dengan melimpah.
Aneka jenis durian dari yang hijau, kuning, sampai agak coklat tersedia.
Saudara-saudara durian seperti temberanang (mirip durian tapi bijinya kecil dan
dagingnya berwarna merah) juga tidak kalah enak. Bulan Juli dan Agustus adalah
bulan yang dinanti-nanti oleh penggemar durian. Kalau sudah banjir buah (alias
panen raya) jangan heran kalau sekarung buah durian dengan kualitas super dapat
dibeli dengan harga sama dengan 3 porsi nasi di jogjakarta atau sekitar Rp.
50.000,- dan kalau didapatkan buah yang busuk pasti diganti. Dan kalau
pintar ngrayu para penyandau, sebelum membeli durian yang dibawa pulang, kita
boleh makan sepuasya sampai kepala berat dan leher kaku karena kolesterol yang
masuk dalam tubuh kita.
Saya kali ini bersama-sama teman penduduk asli mau nyandau buah durian di
Bukit Sikumbang, sebuah daerah di desa Muara Jekak, Kecamatan Sandai Kabupaten
Ketapang, Kalimantan Barat. Kebetulan habis nyontreng Pilpres, kantor tidak ada
kegiatan, jadi daripada nganggur di kantor lebih baik pergi nyandau. Dari kantor
sampai ke Bukit Sikumbang ditempuh dengan sepeda motor kurang lebih 30 menit
saja.
Bukit Sikumbang sudah ada pemiliknya walaupun isinya hutan rimba.
Kepemilikan lahan disini diatur oleh hukum ulayat. Kebetulan sewaktu saya
sampai di bukit sikumbang anak dan cucu pemilik bukit ini sudah nyandau juga
dan hasil buah durian yang didapat lumayan banyak. Uniknya kalau kita sudah
ijin dengan pemilik lahan kalau kita mau ikut nyandau, maka bila ada buah
durian yang jatuh kita bisa berlomba berlari mengambil buah tersebut bersama
sang pemilik. Siapa cepat dia dapat menjadi pemilik yang sah.
Biasanya buah yang sudah di dapat di hutan hasil nyandau akan dibersihkan
dan duri-durinya dipangkas dengan golok supaya mudah dibawa ke kampung. Tapi
untuk durian yang dijual hanya dibersihkan saja tanpa dibuang durinya karena
para pembeli banyak yang lebih suka kalau durian tersebut masih utuh. Kalau
sudah panen melimpah dan warga tidak mampu untuk memakannya, selain dijual
durian akan dibuat menjadi tempoyak dan lempok. Saya paling suka lempok, yaitu
mirip dodol yang bahan utamanya dari buah durian. Lempok ini tahan lama sampai
berbulan-bulan. Sehingga cocok jadi oleh-oleh yang dinanti keluarga saya di
Jawa ketika saya pulang cuti kerja.
Durian dari hutan Kalimantan memang enak dan maaf saya tidak bisa
membawakan untuk pembaca blog ini. Saya hanya bisa menampilkan bagaiamana
ketika saya menikmati durian hasil nyandau. Enak… dan menyegarkan. kalau memang
mau durian yang enak datang saja ke Kalimantan di bulan Juli sampai awal
September. Nanti akan saya ajak nyandau dan makanlah durian sampai kepala berat
dan leher kaku.
Pilih-pilihlah durian dengan tepat ada yang enak tapi kolesterolnya sangat
tinggi, ada juga yang kolesterolnya tinggi tapi alkhoholnya rendah, jadi…
Silakan datang ke Kalimantan.
Yang mau serius datang ke daerah tempat saya nyandau tersebut di atas
berikut rutenya :
Dari Jakarta – Pontianak (Pesawat) Sekitar Rp. 300.000 – 700.000, Pontianak
– Ketapang (Pesawat) Rp. 485.000, Dari Ketapang naik speedboat sampai ke Sandai
Rp. 95.000. Dari Sandai baru jalan kaki atau naik ojeg (4 km), yang jelas ajak
orang sekitar biar tidak tersesat. Alternatif lain adalah dari Semarang –
Ketapang (Pesawat) tiket Rp. 945.000 (Maskapai IAT). Lebih hemat daripada lewat
Pontianak.
Selamat berjalan-jalan dan jangan khawatir hal itu akan menambah
kolesterol, karena energi yang dikeluarkan untuk berjalan kaki naik turun bukit
tempat hutan durian dapat melarutkan kolesterol yang kita konsumsi.
Tautan Luar :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila Anda para pembaca ada yang mengenal nama bahasa daerah tanaman yang dimuat dalam blog ini, kami akan sangat berterima kasih bila Anda berkenan menyampaikan kepada kami.